Kamis, 15 Mei 2014

Forgotten Issue: Birth Control

Saya penasaran.

Menjelang Pilpres, saya penasaran dengan visi calon presiden sehubungan dengan masalah kependudukan.

Setelah saya menikah dan punya anak, secara refleks saya jadi aware dengan segala isu yang berhubungan dengan anak-anak, khususnya mengenai kesehatan mereka secara fisik dan psikologis/mental dan pendidikan.

Dih, apa hubungannya sama kependudukan?

Anak-anak yang baru lahir pasti menggerakkan statistik kependudukan dong, begitu juga dengan mereka yang meninggal. Kalau yang meninggal sih enak, paling masalah sosialnya adalah mengenai pengadaan taman makam, sisanya sudah urusan almarhum dengan Yang Maha Kuasa, pemerintah dan masyarakat nggak akan dipusingkan.

Tapi anak-anak yang baru lahir?

Wow. Mereka membawa banyak isu yang harus dijawab dan dicari solusinya, bukan hanya oleh orangtuanya, tapi juga oleh pemerintah. Setiap anak yang lahir, cepat atau lambat, membutuhkan fasilitas perumahan, kesehatan, pendidikan formal dan informal, serta keamanan dan kenyamanan. Karena anak-anak yang tidak difasilitasi dengan baik perkembangannya, adalah bakal bakal calon manusia yang nggak berdikari, entah secara psikologis atau secara ekonomi. Ya kalau tidak berdikari secara ekonomi, kalau nggak jadi pengangguran, opsi lain adalah meningkatkan angka kriminalitas.

Nah, bisa nggak pemerintah meminimalisir munculnya anak-anak yang gagal difasilitasi pertumbuhannya ini? Ya bisa, salah satunya dengan program pengendalian penduduk, dong. Agennya siapa lagi kalau bukan yang udah kece banget terpampang iklannya dimana mana: BKKBN.

Tapi, saya merasa si BKKBN ini seperti nggak digarap maksimal. Padahal, semua masalah suatu negara saya yakin 80% nya datang dari masalah kependudukan. Makin banyak penduduk, butuh makin banyak perumahan, makin banyak fasilitas kesehatan dan pendidikan yang artinya makin bengkak dong anggaran buat semua itu. Dan kalau anggarannya nggak cukup, ya balik ke yang tadi. Muncul anak-anak yang tumbuh dalam minimnya fasilitas. Dan itu berujung pada ah, berlebihan sih, tapi bisa aja berujung pada kehancuran generasi emas sebuah negara.

Kalau dari sudut pandang anak-anak, saya kasihan. Mereka lahir tanpa bisa memilih siapa orangtuanya. Dan ketika mereka punya orangtua yang kalah oleh jaman, mereka juga punya potensi untuk jadi orangtua yang kalah oleh jaman. Kapan ada perbaikan generasi? Pemerintah harus bantu, tapi kalau kebanyakan anak-anak bernasip begini, siapa yang nggak keder.

Makanya, birth control adalah harga mati.

Ilustrasinya kayak pengajuan KPR ke bank deh. Hanya yang berpenghasilan cukup yang bisa punya lebih dari satu rumah. Jadi, dibuatlah standar biaya dan gaji untuk pasangan yang mau punya anak atau nambah anak. Ya sistemnya gimana kek, pasti akan ketemu caranya.

Dan ide gilanya adalah melakukan steril massal kepada perempuan dan laki-laki yang hidup pada kondisi ekonomi atau sosial tertentu. Kondisi sosial maksudnya, misalnya orang gila. Ya daripada perempuan gila di pinggir jalan telanjang diperkosa terus hamil dan punya anak? Mending disteril. Daripada bagi bagi uang sebagai kompensasi naikin harga BBM, mendingan kasih duit bagi mereka yang datang sukarela ke Puskesmas untuk divasektomi atau tubektomi. Gratis dong, pemerintah harus rela rogoh kocek sedalam dalamnya, demi kenyamanan hidup sepuluh dua puluh tahun ke depan.

Soal hak asasi, halah. Emangnya anak-anak yang lahir nggak punya hak hidup layak? Punya! Makanya orangtuanya harus mempersiapkan diri sedemikian rupa atau kalau nggak mampu ya dibantu bersiap siap, baik dari segi ekonomi maupun sosialnya. Soal banyak anak bukan semata perkara materi, tapi waktu. Ada nggak waktunya untuk memperhatikan setiap anak? Bagaimana tumbuh kembangnya, bagaimana interaksi sosialnya di sekolah, dll? Emang gampang? Jadi, birth control ini bukan cuma isu di masyarakat ekonomi lemah tapi semua. Masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas juga suka geser otaknya kalau soal mendidik dan membesarkan anak.

Ah, saya emosi kalau bahas beginian.

Jadi, capres mana yang programnya care sama masalah kependudukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar