Selasa, 20 Oktober 2015

Kenapa Saya Belum Hamil Lagi

Bagi perempuan yang sudah jadi istri dan belum juga hamil, jangan kecil hati dengan pertanyaan saudara atau teman (sok) dekat soal kehamilan. Jangankan dikau yang belum pernah hamil, diriku yang sudah pernah hamil satu kali aja masih ditanya "kapan nih, adiknya Ishbir?". Ngok.

Waktu hamil sebetulnya nggak berpikir jauh sampai ke program keluarga berencana, termasuk kapan mau hamil kedua, ketiga, dan seterusnya. Setelah melahirkan, karena melalui proses sesar, dokter yang menangani saya langsung menyarankan untuk pakai alat kontrasepsi supaya kehamilan kedua bisa berjarak minimal 2 tahun dari kehamilan yang pertama. "Supaya bisa melahirkan normal, Bu," begitu komentarnya. Hal ini sudah sering saya dengar, jadi saya setuju untuk pasang alat kontrasepsi jenis IUD merek Nova T bersamaan dengan melepas jahitan luka sesar di minggu kedua pasca melahirkan.

Gimana setelah ngerasain ngurus anak?

Nah, setelah masuk fase jadi ibu dengan anak yang makin tumbuh besar, saya makin merasa keputusan memasang IUD kemarin adalah suatu hal yang tepat. Pertama, saya akui mengurus anak itu melelahkan. Hehehehe. Seriusss. Seneng tapi capek. Kayak semacam hobi olahraga gitu. Bedanya kalau hobi bisa kita atur, kalau bayi? Nggak lah ya. Sesuka hati dia aja kapan mau bikin kita repot, pegel atau begadang. Jadi, saya nggak kebayang bagaimana kalau harus menambah 1 anak lagi dalam waktu dekat. 

Kedua, adalah masalah waktu. Saya ibu bekerja. Berangkat jam 6 pagi, sampai rumah lagi baru jam 7 malam. Begitu terus setiap weekdays. Selama kerja anak diasuh sama asisten rumah tangga dengan supervisi orangtua saya dan suami. Waktu bermain dengan anak di weekdays hanya setelah pulang kerja dan bebersih ini-itu atau sekitar jam 8 malam. Seringnya, karena ditinggal ibunya kerja, anak saya malah cranky malam-malam, minta digendong, minta makan kerupuk, ah, pokoknya menguji kesabaran lah. Kalau saya lagi sabar oke saya bisa handle emosi saya, tapi kalau menjelang PMS, subhanallah, sulit sekali mengontrol emosi. Yang ada, sudahlah waktu ketemu hanya sebentar, malah berakhir dengan marah-marah. Gimana kalau ada 2 balita? Saya gak tega deh ngebayangin betapa sedikitnya waktu saya buat mereka.

Ketiga, ketika hamil pertama, saya super payah. Untungnya bukan payah dalam arti kandungan yang lemah, tapi saya mengalami mual, lemas dan lemot selama berbulan-bulan sampai masuk bulan keenam kehamilan. Saking mualnya, enam bulan hamil, berat badan saya nggak naik sama sekali. Makan apapun enggak selera. Bahkan saya nggak bisa pakai kerudung karena merasa lehernya kelilit. Hahahaha. Yang paling bikin malu, saya lemot banget. Kerjaan nggak bisa selesai cepat dan bener, pasti ada aja kesalahan yang nggak perlu. Dari pengalaman itu, saya cukup tahu diri saja lah. Kalau hamil melulu nggak enak sama employer. Hehehe.

Keempat, saya pengin kasih waktu badan saya buat istirahat. Saya menghindari menjadi terlalu capek sampai-sampai mempengaruhi mood dan perilaku saya ke suami dan anak saya. Karena hamil bukan perkara santai. Cukup menguras emosi dan energi. Lagipula, konon, happy mom means happy family :)

Untungnya suami saya setuju dengan persepsi saya soal kehamilan kedua. Tidak ada pressure juga dari keluarga untuk segera punya anak lagi. Lagipula, anak itu rejeki yah, kalau emang jatah saya punya anak lagi, Gusti Allah pasti kasih walaupun sudah dibentengin sama alat kontrasepsi. Kalaupun akhirnya kebobolan ya, bismillah aja. Pasti ada caranya supaya hidup tetap lancar, happy dan manfaat.

Jadi kalau ditanya kapan punya anak lagi, saya sih bakal bilang: belum tahu :)

Love,
Tita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar