Bagi saya, itu adalah pertanyaan kurang sopan nomor satu untuk ditanyakan oleh seseorang ke orang lain. Kecuali dalam konteks untuk menggali informasi mengenai suatu jenis pekerjaan. Itupun akan lebih sopan jika pertanyaan diarahkan kepada hal yang lebih umum, seperti: berapa sih, standarnya kalau fresh graduate di oil company kaya tempat lo? Well, itu lebih sopan.
Ah.
Saya kolot barangkali. Tapi buat saya pribadi, pertanyaan itu adalah pertanyaan yang paling tidak akan saya tanyakan. Kalaupun ingin memperoleh informasi, saya akan lebih cenderung menanyakan mengenai berapa kira-kira saya akan dibayar untuk jenis pekerjaan tertentu pada level tertentu.
Kenapa saya sekolot ini?
Bagi saya, pertanyaan 'berapa gaji kamu?' merupakan pertanyaan yang menyesatkan. Loh? Iya. Entah persepsi saya benar atau salah, tapi bagi saya itu sungguh pertanyaan menyesatkan. Karena pertanyaan itu akan membawa seseorang kepada kemungkinan-kemungkinan yang tidak begitu mengenakkan. Saya akan coba ceritakan.
Kemungkinan pertama.
A : Berapa gaji lo?
B : 10 juta
A : Wah! Gede banget?
B : Iya. Dan tiap tahun gue naik 20 persen dan bonus gue bisa sepuluh kali gaji.
Sombong. Yap. Ujung-ujungnya secara di bawah alam sadar, saya mungkin akan menyombongkan diri sendiri betapa saya dibayar mahal dan dengan demikian saya pantas digolongkan ke dalam kelompok sosial masyarakat kelas menengah ke atas. Buat lawan bicara yang tidak peka atau cuek, saya akan aman. Tapi kalau lawan bicara saya sensi? Bah. Bisa habis saya diomongin di belakang dan jadi topik obrolan seru dengan teman-temannya. Obrolan yang kurang enak biasanya.
Kemungkinan kedua.
A : Berapa gaji lo?
B : Ah, biasa aja...
A : Berapa sih, emangnya?
B : 10 juta
A : Gila! Kecil gimanaa..
(Tetap) Sombong. Tapi dengan cara yang keren disebut dengan istilah: merendahkan untuk meninggikan. Menjawab dengan cara seperti ini akan membuat saya dicap sama tidak enaknya dengan menjawab dengan jawaban diatas. Bahkan beberapa orang mungkin akan menganggap saya super annoying karena berlagak bak malaikat merendahkan diri padahal ujung-ujungnya minta dipuji. Hah. Susah.
Kemungkinan ketiga.
A : Berapa gaji lo?
B : Sebulan take home 10 juta lah.
A : Wah, enak banget!
B : Iya, tapi lo ga sempet main-main, lembur melulu, mana senior gue galak-galak, bla bla bla
Hayo. Jatohnya jadi rumpiin orang. Lebih gawat kalau ditambah bumbu penyedap biar lebih dramatis. Selain menyebabkan orang kasihan dan sukses menghindari saya dari cap 'sombong' tapi secara tidak sadar saya sedang mensugesti orang untuk tidak mengambil pekerjaan seperti saya atau pekerjaan di tempat saya bekerja. Baru awal pembicaraan tentang pekerjaan saja sudah hal-hal jelek keluar dari mulut. Ya lembur, lah. Ya atasan galak, lah. Yang ada saya mungkin membuat orang jadi antipati dengan pekerjaan saya, walaupun awalnya mungkin dia sangat antusias.
Itulah kemungkinan-kemungkinan yang saya baru tahu berdasarkan pengalaman diri sendiri. Dan menurut saya percakapan serupa kerap terjadi dengan model yang sama hanya ada beberapa jenis variasi dan bumbu-bumbu kata yang tentu berbeda-beda. Intinya adalah sama: membicarakan masalah gaji. Hukum yang berlaku adalah yang merasa bergaji besar cenderung melakukan percakapan salah satu dari diatas. Lebih membuat ilfil jika hal serupa dibahas dalam forum-forum atau social media di internet seperti, Twitter. Lalu tersebar luaslah ke seantero masyarakat. Jadilah Sabang sampai Merauke pun tahu. Dapat dipastikan yang mengkasak-kusuki saya di belakang saya pun akan makin banyak atau ya adaa aja.
Itulah mengapa saya bilang menyesatkan.
Saran saya sih, nggak usah lah tanya-tanya soal itu. Karena sebagai pendengar, kamu pun mungkin akan cepat gondok. Apalagi buat orang-orang bersumbu pendek.
Mohon maaf atas kedangkalan akal :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar