Jumat, 20 Mei 2011

Aja Gampang Serik

Aja Gampang Serik


Jarik itu kain. Entah itu bahasa Jawa atau apa, but simply the meaning of jarik is kain. Lebih spesifiknya, jarik adalah kain berukuran 2,5 x 1,1 meter yang dibatik dengan berbagai macam motif. Jarik sendiri ternyata merupakan akronim dari kata-kata dalam bahasa Jawa, aja gampang serik atau dalam bahasa Indonesia berarti jangan mudah iri. Fungsi utama jarik adalah sebagai penutup badan bagian bawah. Namun, sebagai selembar kain yang nyaman, jarik jadi memiliki fungsi lain, seperti selimut, alat menggendong bayi sampai yang paling horor, penutup badan orang yang meninggal. (lihat referensi)

Sebagai orang yang sudah jauh sekali dari peradaban asal jarik, yang saya tahu, sebuah jarik adalah kain pembungkus tubuh bagian bawah yang dililit sangat kencang, seperti rok model span, dibatik dan mempunyai beberapa rampel permanen untuk bagian depannya. Saya baru tahu kalau maknanya jauh lebih luas daripada itu.

Beberapa hari yang lalu, saya memakai jarik ke sebuah acara pernikahan. Jarik itu bebatik entah motif apa, warna coklat tua dan memiliki rampel untuk bagian depannya. Jarik yang saya pakai adalah fast jarik atau jarik super-siap pakai karena sudah dibentuk rok span dan diberi retsleting. Cara memakainya sangat mudah, seperti memakai rok konvensional.

Tapi, saya pernah juga memakai jarik untuk pesta pernikahan dengan cara yang super tradisional. Yang dibutukan adalah selembar jarik, sebuah stagen, seutas tali rapia, boleh juga tali sepatu dan long torso. Long torso ini bukan keharusan, sih. Saya hanya menambahkan saja, karena long torso membantu membuat tubuh lebih tegap dan singset, tentunya. Wah. Memakai jarik model begini benar-benar nggilani. Saking sesetnya, saya hanya sanggup memasukkan 3 potong somay dan beberapa teguk air putih ke dalam mulut. Betul-betul mencengkram perut. Efek di cermin memang canggih sih, badan jadi super singset macam Syahrini (silahkan protes). Tapi tetep, there is a price to pay. Hiks. Cara memakai stagennya saja sudah serem. Caranya, stagen diikat ke tiang rumah dan kemudian saya lilit ujung stagen ke perut saya. Cara ini efektif membuat stagen terlilit dengan kencang. Ya jelas. Patokannya adalah tiang rumah dari beton. Hua.

Ketika saya memakai jarik beberapa hari lalu, saya agak kagok berjalan sih. Kaki saya hanya mampu melangkah sedikit sekali, atau persis selebar kedua kaki saya jika disejajarkan dengan posisi depan-belakang. Jalan jadi pelan. Kalau mau cepat, harus berlari-lari unyu. Ribet! Tapi, di cermin terlihat fantastis. Macam sinden dari manaaa gitu.

Saat memakai jarik itu saya berpikir, banyak juga gunanya, selain bagi penampilan fisik perempuan, tapi juga bagi kematangan jiwa.

1. Penampilan Fisik

Seperti saya sudah bilang, dengan memakai jaring tubuh jadi singset. Apalagi yang berpantat aduhai. Wuih, makin jadi deh. Sintal. Berjalan juga jadi lebih anggun karena harus pelan-pelan, apalagi kalau ditambah high heels terbuka. Makin manis. Saya jamin deh, laki-laki bisa nengok dua kali bahkan lebih, walaupun belum tentu berani minta nomer telpon atau PIN BB.

2. Kematangan Jiwa

Memakai jarik berarti berjalan harus pelan. Berjalan pelan berarti butuh waktu lebih banyak. Ketika kita butuh waktu lebih banyak, maka kita dituntut bersiap lebih awal. Beda kalau pakai celana. Pakai jarik tidak bisa buru-buru. Harus direncanakan dengan baik. Kondangan jam 7 dan ingin pakai jarik? Artinya mulai mandi sejak jam setengah 5, kalau ingin berangkat ke tempat acara jam 6 tanpa perlu lari-lari dari kamar ke mobil. Kalau bisa jam 6 kurang 10 sudah duduk manis, siap diangkut. Ini kematangan jiwa pertama: disiplin dan teratur.

Karena harus berjalan lama, jarik menguji kesabaran saya. Saya harus berjalan pelan-pelan untuk sampai tujuan, kalau tidak mau keserimpet jarik dan jatuh terjungkal. Persis sekali semboyan kebanyakan suku Jawa, khususnya bagian tengah, alon alon asal kelakon. Pelan-pelan asal selamat. Dengan berjalan pelan pun, saya merasa lebih calm down, lebih bisa ambil napas dulu sebelum 'meledak'. Bagus buat anger management saya yang bersumbu super pendek. Kematangan jiwa kedua: sabar.

Secara keseluruhan, bagi saya kearifan tradisional itu banyak sekali manfaat dan mempunyai nilai makna tinggi. Seperti jarik ini, contohnya. Dan saya yakin masih banyak lagi dari suku-suku yang lainnya. Arti kata jarik sendiri saja sudah 'tinggi': jangan gampang iri.

Rasanya nggak berlebihan kembali ke kearifan tradisional. Yah, walaupun jarik memang nggak friendly sama sekali dengan kondisi transportasi dan akomodasi di Jakarta tapi boleh lah supaya sedikit anggun dan matang, pakai jarik di acara-acara resmi. Apalagi kalau kamu perempuan Jawa :) Malu ih, sama saya yang Jawa abal-abal. Cuma bisa ngomong 'asu'. Hahaha.


Mohon maaf atas kedangkalan akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar