Rabu, 16 Maret 2011

Pemberi Rasa Tenang

Saya pernah bilang ke seorang teman, kurang lebih begini kata-katanya:
'Buat gue, kehilangan pacar itu seharusnya mudah dilupakan. Gue nggak pernah tergantung. Gue pergi kemana-mana sendiri and drive my own car.'

Terus teman saya jawab:
'Tapi sayangnya, pacar itu lebih dari itu. Dia mate of our soul.'

Itu dia sialnya. Dia ternyata meyentuh lebih ke jiwa daripada fisik. Make us feel that we are loved. Dan lebih sialnya, to be loved adalah salah satu kebutuhan utama manusia, kalau nggak mau dibilang primer. Bayangkan, hidup berkecukupan tapi merasa gak dicinta? Baru kerasa deh, money can't buy you love, honey.

Seperti jam-jam segini nih.

Biasanya bisa BBMan sama pacar saya yang kalongnya minta ampun. Tapi sekarang nggak bisa. Yaiks. Sedih, deh. Kenapa nggak BBMan sama yang lain? Ya itu tadi, sejiwa-nya sama yang ini, yang lain garing.

Biasanya kalau ada isu hangat-hangat tahi ayam macam bocoran Wikileaks, tsunami Jepang atau pernikahan KD-Raul Lemos, si pacar akan jadi partner utama ngobrolin soal ini, ngalor ngidul ngulon wetan. Banyak sih teman lain, tapi tetep, nggak sejiwa nggak asik.

Pacar itu kayak punya faktor X yang entah apa yang berhasil bikin semua hal sedikit beda dengan jika dilakukan bersama orang lain. Tolong jangan artikan X sebagai faktor birahi, ya (masa ngomongin Wikileaks horny?).

Sebenarnya apa sih, yang Tuhan pikirkan waktu membuat Ar Rum dan menyatakan 'diciptakan bagimu pasangan dari jenismu sendiri'? Kata ibu saya, jawaban ada di kalimat selanjutnya, 'agar kamu cenderung merasa tenang bersamanya'. Itu dia kodratnya!

Ternyata rasa yang tercipta antara seorang perempuan dan laki-laki itu membuat berbeda karena menghadirkan rasa tenang, selain senang dan rasa menyenangkan lainnya. Rasa yang, saya pikir, nggak kita dapatkan dari sekedar teman. Bentuk cinta itu banyak, tapi perempuan dan laki-laki membuat rasa cinta plus tenang. Diharapkan si pasangan mampu menjadi penenang di dunia, pemberi rasa tenang yang nyata terlihat, since Tuhan Maha Penenang tak terlihat mata.

Kalau sama dia, tenang ngapain aja. Muka jelek atau muka lagi cantik, rasanya aman tentram. Nggak ada kekhawatiran. Mau jalan cuma berdua tengah malam cari makan di daerah antah berantah, gak masalah, kita tetep merasa tenang. Mau traveling jauh padahal nggak tahu jalan, PD aja, karena ada si dia pemberi ketenangan.

Saya merasa tenang dengan pacar terakhir. Tapi, saya yang gagal membuat dia cenderung merasa tenang. Akibatnya, pergilah dia. Mencari sumber ketenangan lain. Fair, sih, walaupun nyakitin. Hehehe.

Maaf ya, Amang.

2 komentar:

  1. setuju tita, aku juga ngerasa kaya gitu, kalo pacar membuat tenang.
    tapi saat gue jauh sama dia, gue jadi ga tenang bukan mikir dia selingkuh atau apa2 tapi lebih ke 'ga nyaman' ga dapet kabar dari si Pacar.
    tapi sebaliknya si Pacar ga ngerasain 'ga nyaman'nya itu kalo ga sama gue kesel sih tapi..gue dikasi tau sama si Pacar katanya pikiran 'Nyaman' laki2 sama perempuan itu beda sama ga tau apa bedanya dia STOP kata2 sampe disitu masi gantung kaya jemuran.
    tapi mungkin menurut gue Si Abang/Amang(ko kaya nama Monyet ya klo Amang) bukan ga tenang kalo sama lo tapi mungkin rasa tenang yang dia rasain beda sama apa yang kita rasain.
    maybe just maybe..

    but well, gue suka baca block lo, kepikiran bikin si tapi hahahahaha lo taukan kalo gue curhat panjangnya bukan main.....

    miss you sist..

    BalasHapus
  2. wkwkw
    panjang? gak akan ada yang protes! hehehehe :)

    thanks ga, anywayy! cupcup

    miss you, too...

    itulah ga kenapa ada musyawarah. Karena persepsi orang beda-beda tentang satu hal. Kudu musyawarah untuk mufakat. Mungkin juga gue terlalu badak kali ya untuk diajak musyawarah. Hahaha.

    What come may, sih...

    BalasHapus