Malam minggu kemarin tiba-tiba saya kepikir:
Bahwa rasa suka itu seperti alat dengan dua mesin. Si A dan si B.
Oke, here is my thought.
Ketika seseorang menyukai orang lain, maka saat itulah satu mesin berjalan, tergopoh-gopoh menenteng alat bernama 'suka' ini. Berat, capek, kadang saking beratnya sampai si mesin ini soak, pengen nangis. Karena dia butuh mesin satu lagi, yang belum juga bekerja. Ini kondisi saat rasa suka masih, istilah dangdutnya, bertepuk sebelah tangan. Tak terbalas lah.
Saat si mesin satunya mulai mau kerja, saat itulah beban menenteng si alat ini menjadi lebih ringan untuk si mesin yang lain. Apalagi ketika keduanya sudah mampu bekerja bersama dengan baik dalam ritme dan kecepatan yang sama yang menghasilkan energi yang sama besar. Wow. Saat itulah alat bergerak dan berfungsi dengan maksimal. Si rasa suka jadi dapat memberikan kontribusi yang nyata. Menimbulkan rasa ingin menjajaki perasaan lebih lanjut, rasa sayang (?). Proses ini, dalam kacamata saya, akan berulang terus. Walaupun kedua mesin bekerja, tapi dengan kecepatan yang berbeda dan energi yang berbeda, maka kondisi awal akan kembali terjadi lagi, sih. Salah satu mesin pasti akan merasa lebih capek dibandingkan dengan mesin lainnya.
Dan ketika mesin satunya, atau keduanya, berhenti bekerja (atau dalam konteks rasa suka terus bertepuk sebelah tangan, mesin tidak kunjung bekerja), si alat ini lama-lama akan rusak dan hilang fungsi. Dibuang deh. Atau recycle. Si mesin yang masih mau aktif, mencari mesin yang baru.
*jangan tanya faktor apa yang membuat mesin bisa bekerja baik, itu subjektif, nona :)
**mohon maaf untuk kedangkalan akal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar