Minggu, 17 April 2011

Dilema PDKT: Perempuan Lebih Segala-galanya, Freak Them (Boys) Out?

Kelingking boleh di atas, posisi boleh woman on top, but still, men are our leaders.

Saya punya teman yang (ternyata) seumur hidup belum pernah melakukan pendekatan ke laki-laki manapun. Selama kurang lebih 23 tahun hidupnya, dia selalu didekati laki-laki (oh, how lucky she was). Nah, beberapa waktu belakangan, teman saya ini tertarik dengan seorang laki-laki, yang ternyata, tidak melakukan pendekatan gencar terhadapnya. Disiksa oleh rasa suka yang lumayan mendalam, akhirnya teman saya bertekad untuk melakukan pendekatan pertamanya. Jika si laki-laki tidak mendekat, apa salahnya kita yang mendekati. Well, dimulailah komplikasi dimana teman saya mulai merasakan bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu sulitnya setengah mati. Terutama sesuatu yang berotak, bukan hanya berhati atau berinsting.

Terjadilah tukar pikiran antara saya dengan dia karena menurut dia saya lebih baik daripadanya dalam hal ini. Yap. Tampaknya, buat teman saya, ini jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan menyelami isi kepala Jeremy Bentham sampai-sampai dia berucap 'greatest happiness for greatest number'.

Sebetulnya, sangat banyak yang kita bahas dalam beberapa minggu belakangan melalui layanan cerdas Blackberry Messenger. Tapi, bahasan kami sore ini entah kenapa bertahan agak lama di dalam kepala saya. Apa, sih? Penasaran ya?

Ini adalah tentang: benarkah laki-laki tidak begitu suka terlihat tidak lebih (dalam hal apapun) dari perempuan? Dan apakah hanya karena hal ini laki-laki bisa urung pendekatan sama kita, perempuan? Kasus teman saya adalah dia baru saja menunjukkan dia 'lebih' dibanding si target pendekatannya yang notabene laki-laki.

Well, basically, perempuan memang 'dibawah' laki-laki. Please, jangan langsung berpikir soal perbedaan hak atau kesempatan dalam hal apapun, ya. Yang saya maksud 'dibawah' disini adalah secara naluriah, laki-laki senang merasa lebih super dibanding perempuan. Itulah mengapa mereka mengantarkan kita pulang, menjemput kita di rumah dan memberikan jaketnya di malam dingin buat kita. Bagi mereka, perempuan harus dilindungi. Bayangkan jika, orang yang menurut kalian harus dilindungi ternyata malah lebih mampu melindungi dirinya sendiri, atau bahkan melindungi kalian? Kalau itu anak sendiri, sih, kita bisa hepi abis. Tapi kalau itu pacar/istri? Wew. It's all about gender, baby. Salah satu perbedaan yang paling sulit diterima.

So, mereka 'benci' perempuan yang lebih daripada mereka?

Menurut saya, nggak. Tahun 2011 begini saya rasa sudah jarang laki-laki berpikiran sesempit comberan begitu. Laki-laki jaman sekarang, sangat menghargai perempuan yang lebih pintar, lebih mandiri dan lebih segalanya, bahkan perempuan yang secara fisik lebih kuat, petinju misalnya. Jadi, sebagai perempuan, mennurut saya, tidak perlu khawartir mengembangkan diri seluas-luasnya, ya.

Tapi ada poin penting yang harus kita ingat. Laki-laki sejatinya adalah memimpin. Kenapa? Mungkin karena mereka nggak PMS sehingga mereka nggak selabil kita, perempuan. Hehehe. Nah, sebagai perempuan, kita harus sangat menginsyafi ini. Bairpun kita lebih pintar, lebih mandiri, lebih mapan, tapi there is no way to show it and let us give less respect to men. Big no no. Hal kayak gini, dilakukan sama istri sendiri saja, sangat mengganggu hati. Apalagi dilakukan sejak proses pendekatan.

Inti dari pendekatan adalah mendekatkan diri ke orang lain. Karena dalam hal ini konteksnya adalah untuk dicintai balik, maka kita perlu melakukan hal-hal yang membuat si dia nyaman untuk cinta dan sayang juga sama kita. Menurut saya, salah satu kunci ajaibnya adalah jadilah pendengar yang baik. Sepele? Tapi ini penting. Biarkan si dia bercerita tentang apapun yang dia suka dan jadilah pendengar utamanya yang paling setia. Kadang, dalam berbagai pembicaraan kita terjebak dengan kondisi dimana si lawna bicara 'salah' menurut pendapat kita dan kita punya banyak sekali amunisi untuk 'menjatuhkannya'. Do not ever do this saat pendekatan. Beri respon baik untuk setiap opininya dan jangan didebat! Saat pendekatan adalah bukan saat yang tepat untuk 'mematahkan' pandangan si dia tentang sesuatu walaupun jelas-jelas kita nggak setuju. Kalaupun padangan si dia salah dan kita merasa mengetahui yang sebenarnya (baca: membuat kalian merasa kalian lebih 'berisi' dibanding dia), jangan sekali-kali mengeluarkan pernyataan yang bermakna 'lo salah dan gue benar' atau 'lo salah, nih gue yang bener'. Usahakan kritik datang dengan sangat mulus. Trik yang biasa saya lakukan sih begini: 'Tadi gue googling dan masa katanya begini.. bla bla bla'. Soal dia mengakui kesalahan atau nggak, save it for the last, at least nanti saja dibahas kalau kalian sudah jadian :) selain itu, lumayan kan untuk jadi bahan pertimbangan, terutama buat perempuan-perempuan pemuja laki-laki cerdas.

Pada intinya, apa yang coba saya sampaikan adalah laki-laki tetap leader kita. Hal ini perlu disadari sejak pendekatan. Dan kita harus mendorong mereka untuk begitu. Berikan kritik membangun supaya mereka bisa jadi pemimpin yang baik dari waktu ke waktu, alih alih 'menjatuhkan' mental mereka dengan show off kalau kita lebih bisa, lebih pintar. Bisa menyetir sendiri? Biarkan laki-laki menyupiri kamu dan duduk manis lah sepanjang jalan, instead of komplain sana-sini soal cara menyetirnya. That's the simplest one, sih.

Ingat, kita adalah sesuatu dibalik kesuksesan laki-laki. Maka, kita turut bertanggung jawab membantunya membangun diri sebaik mungkin, bukan meruntuhkan bangunan yang sudah dia bangun sekian lama. Lagipula, kalian nggak mau kan dicap sombong, padahal kalau sudah ditinggal nangis-nangisnya sampai seminggu? *biggrin* Selamat pendekatan dan semoga kalian dipilih sebagai salah satu faktor penunjang si dia untuk sukses. Amin!

1 komentar: